Membudayakan Menulis




Menulis atau menyampaikan gagasan lewat tulisan tampaknya belum menjadi budaya atau trend di masyarakat, terlebih lagi di kalangan generasi muda. Menulis masih dianggap sebagai kegiatan yang sulit dilakukan karena mengandung banyak kendala seperti kebuntuan ide dan kesulitan memilih padanan kata. Bahkan juga sampai pada alasan “ketidakbiasaan” atau “ketidakbisaan”. Sebenarnya ada banyak tokoh yang menjadi “besar” antara lain karena tulisannya. Hal ini seharusnya dapat dijadikan contoh bagi generasi muda, semisal RA Kartini dan Soe Hok Gie.



Kebiasaan RA Kartini menyampaikan pemikirannya melalui surat kepada guru dan teman-temannya di Belanda, sedikit banyak memberi andil bagi perjuangan emansipasi wanita. Surat-surat ini kemudian dibukukan dan menjadi sebuah karya monumental berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Selain itu, ada pepatah yang mengatakan practises make perfect. Soe Hok Gie, seorang aktivis mahasiswa di tahun 1960-an, tulisannya sering dipuji dan mendapat simpati berbagai pihak lewat buku “Catatan Seorang Demonstran” (catatan hariannya yang dibukukan). Dia bercerita, tidak semua hasil tulisannya diterima dan dimuat oleh redaksi. Tetapi, Gie tidak pernah menyerah dan terus menulis. Mencoba dan selalu mencoba. Hal ini membuktikan betapa sebenarnya menulis bukan suatu hal yang rumit. Modal paling utama adalah semangat untuk mau terus berlatih.

Saya mengajak generasi muda untuk menulis, entah puisi, cerpen, surat pembaca, catatan harian atau lainnya dan menjadikan kegiatan ini sebagai budaya baru generasi muda. Karena kita pun sejatinya tetap dapat “berbicara” bahkan lewat tulisan.

Ayo menulis!

/DA
MENULIS



0 comments: